Keselamatan Tidak Ada di Dalam Siapa pun Juga Selain di Dalam Yesus



* Kisah Para Rasul 4:12

LAI TB, Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.

KJV, Neither is there salvation in any other : for there is none other name under heaven given among men, whereby we must be saved.

NIV, Salvation is found in no-one else , for there is no other name under heaven given to men by which we must be saved.

TR, και ουκ εστιν εν αλλω ουδενι η σωτηρια ουτε γαρ ονομα εστιν ετερον υπο τον ουρανον το δεδομενον εν ανθρωποις εν ω δει σωθηναι ημας

Translit Interlinear, kai {tetapi} ouk {tidak} estin {ada} en {didalam} allô {yang lain} oudeni {siapapun} hê sôtêria {keselamatan} oute {juga tidak} gar {sebab} onoma {nama} estin {ada} heteron {lain} hupo {dibawah} ton ouranon {langit} to {yang} dedomenon {telah diberikan} en {diantara} anthrôpois {manusia-manusia} en hô {yang olehnya} dei {harus} sôthênai {diselamatkan} hêmas {kita}



Tidak ada keselamatan di dalam orang lain (αλλως-allos), kemudian dilanjutkan dengan dipersempit menjadi tidak ada nama yang lain (ετερον–heteros) kita harus (δει-dei) diselamatkan.

Pemakaian kata-kata dalam ayat ini sudah cukup untuk menjawab tuntas bahwa memang tidak ada keselamatan selain daripada Yesus, bahkan selain dari nama Yesus Kristus.

Tampak jelas bahwa kata 'sangkal' di sana benar-benar absolut, tanpa syarat, bahwa tidak ada orang lain, bahkan tidak ada nama lain itu mutlak. Yesus Kristus satu-satunya jalan bagi manusia untuk selamat.


-----


Zaman ini adalah zaman toleransi, zaman menghargai hak-hak orang lain. Karena itu jika kita membaca peryataan seperti yang terdapat dalam Kisah 4:12 ini kita akan bertanya, Dalam pengertian yang bagaimana keselamatan itu tidak ada dalam diri orang lain? Apa implikasi pernyataan tersebut bagi penganut agama Islam, Yahudi, dan agama-agama besar lainnya, termasuk para pengikut guru rohani lainnya yang menawarkan keselamatan dan penerangan?' Dan bagaimana nama dapat menyelamatkan seseorang? Tidakkah kita memerlukan seseorang, bukan hanya sebuah nama, untuk menyelamatkan diri kita?

Ayat diatas merupakan klimaks dari pembelaan Petrus terhadap Sanhedrin di Yerusalem. Penulis Kisah Para Rasul dengan tegas mengatakan bahwa Petrus "penuh dengan Roh Kudus" ketika ia membuat pernyataan di atas (4:8, menggenapi Lukas 12:11-12). Dengan demikian hal tersebut merupakan bagian dari teologi inti penulis, dan tidak ditolak dalam Perjanjian Baru. Petrus menceritakan tentang "Yesus Kristus dari Nazaret," yang bangkit dari antara orang mati dan memiliki kuasa untuk menyembuhkan seorang pengemis lumpuh. Dialah yang dinyatakan Petrus sebagai satu-satunya pembawa keselamatan bagi bangsa Israel. Dengan demikian, masalah pertama yang harus kit a perhatikan adalah arti keselamatan.

Keselamatan sendiri menjadi perhatian khusus dari penulis kitab Lukas dan Kisah Para Rasul. Sebagai istilah yang memiliki pengertian luas, keselamatan dapat berarti pembebasan dari apa saja: mulai dari penyakit sampai dosa, dan penindasan politik sampai pengadilan Tuhan. Orang lumpuh dalam Kisah Para Rasul 3-4 diselamatkan melalui kesembuhan, sedangkan nabi Zakharia berbicara tentang keselamatan sehubungan dengan pembebasan dari musuh bangsa Israel (Lukas 1 :71). Kisah Para Rasul 27:31 menyebut kelepasan dari badai laut sebagai keselamatan. Tetapi masalah yang lebih lanjut adalah terlepas dari pengadilan Tuhan (Kisah Para Rasul 2:21, 40). Kelepasan tersebut bukan semata-mata penyelamatan, melainkan juga memiliki segi positif yakni "agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan" (3:19). Pengertian yang terakhir ini mendominasi khotbah-khotbah dalam Kisah Para Rasul, dan bacaan kita merupakan bagian dari Kisah Para Rasul itu. Dengan demikian, meskipun penulis kitab tersebut tentu saja mengetahui beberapa arti keselamatan (rnisalnya, kesembuhan jasmani terjadi melalui Yesus), yang ditekankan pada bacaan ini adalah apa yang diyakininya memiliki arti yang paling penting. Dan hal tersebut adalah keselamatan dalam pengertian yang sepenuhnya: terlepas dari pengadilan Tuhan dan memperoleh berkat-Nya. Keselamatan semacam ini, menurut penulis, hanya dapat terjadi melalui Yesus Kristus.

Penting bagi Petrus untuk mernbuat pernyataan di atas di hadapan para pemimpin bangsa Yahudi. Yudaisme (agama Yahudi) mereka, yang sangat dekat dengan keyakinan Kristen tetapi tidak membuat seseorang benar-benar menjadi Kristen, tidak dapat menyelamatkan mereka. Mereka membutuhkan sebuah "nama," yaitu nama Yesus. Tema keselamatan yang hanya dapat diperoleh melalui Kristus ini diulangi beberapa kali dalam Kisah Para Rasul, tetapi menurut pendapat say a Paulus mengatakannya secara paling tegas dengan menentang agama dan filsafat agama Yunani Athena ketika ia berkata, "Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat. Karena ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang (Yesus) yang telah ditentukan-Nya" (17:30-31). Dengan kata lain, seluruh Kisah Para Rasul (dan kitab-kitab Perjanjian Baru selanjutnya) mengajarkan bahwa hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari pengadilan Tuhan dan memperoleh pertolongan-Nya, yaitu melalui Yesus. Pernyataan mengenai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan ini merupakan tuntutan yang konsisten dari gereja yang mula-mula.

Jelas bahwa ajaran ini bertentangan dengan prinsip zaman kita. Kita berpikir bahwa keselamatan juga dapat diperoleh melalui Krishna, Budha atau Muhammad, atau semata-mata melalui kepercayaan kepada Allah tanpa secara khusus memiliki keyakinan Kristen. Pandangan di atas, meskipun tampak sangat populer dan penuh toleransi, bertentangan dengan ajaran yang terdapat dalam bacaan kita (dan banyak bacaan lainnya dalam Perjanjian Baru, misalnya Yohanes 14:6) dan secara logika bersifat problematis. Jika pernyataan Kitab Suci bahwa Allah yang mengirim Kristus untuk mati demi kita itu benar, dengan syarat pemahaman kita tentang Allah benar, maka tidak ada jalan lain yang mungkin. Lagi pula, jika Allah mengutus anak-Nya untuk mati padahal sudah ada cara lain (misalnya melalui agama Budha atau Yahudi ) atau akan ada cara lain untuk memperoleh keselamatan, tetapi tidak melalui kematian (misalnya dalam agama Islam), maka Allah adalah seorang masokhis (menyakiti diri sendiri) atau sadistis. Dengan kata lain, sifat eksklusif Kekristenan itu berakar pada logika keyakinan serta ajaran Alkitab. Barangkali pandangan semacam ini tidak menyenangkan pikiran modern. Tetapi meskipun tidak menyenangkan, seperti berada dalam genggaman lengan seorang anggota pemadam kebakaran yang kotor dan berbau yang telah menyelamatkan kita dari bangunan yang terbakar, keyakinan di atas mungkin perlu. Salib selalu menjadi perdebatan.

Karena keselamatan bersifat eksklusif, apa yang dimaksudkan Petrus dengan pernyataannya bahwa keselamatan itu terdapat dalam sebuah "nama"? Kita kembali pada khotbah Petrus yang pertama, di mana ia mengatakan, "Dan barang siapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (Kisah Para Rasu1 2:21). Petrus mengutip Kitab Yoe12:32, yang dalam konteks Perjanjian Lama berarti berseru kepada YHVH ("Tuhan" adalah istilah Yunani yang menggantikan kata "YHVH" untuk menghindari penyebutan nama yang agung itu secara sia-sia) demi kelepasan (untuk menghindari datang kepada Baal atau dewa-dewa lain). "Nama" mewakili orang, karena nama merupakan "pegangan" untuk menyebut sang dewa. Seolah-olah kita harus berkata, "Setiap orang yang menyerukan nama Penguasa akan dilepaskan." Mengetahui bahwa yang berkuasa di Kanada pada saat ini adalah Ratu Elizabeth II, penduduk akan berseru "Yang Mulia Ratu Elizabeth." [1] Tetapi dalam Kisah Para Rasul pasal 2, Petrus tidak menghendaki bangsa itu menyebut YHVH. Sebaliknya dalam beberapa ayat berikutnya ia berargumentasi bahwa Yesus dari Nazaretlah yang benar-benar telah dijadikan Allah sebagai "Tuhan dan Kristus" (ayat 36) dan karen a itu setiap permohonan akan keselamatan harus ditujukan kepada-Nya.[2] Demikian pula arti ayat ini. Kita berseru kepada Yesus, dan melakukannya melalui sebuah nama. Tidak ada nama lain yang layak, bukan dalam pengertian bahwa nama-nama selain Yesus dari Nazaret tidak benar, melainkan bahwa berseru kepada individu, pemimpin agama atau dewa-dewa lain tidak akan memberikan hasil. Seruan itu akan membawa kita pada tujuan yang salah, yakni pada seseorang atau sesuatu yang tidak dapat menyelamatkan.

Jadi tidak ada pengertian mistis dalam nama "Yesus". Yang dikehendaki juga bukan semata-mata mengetahui atau menggunakan nama itu. Sebaliknya Petrus menghendaki penyerahan diri kepada-Nya, karena itulah yang dimaksudkan dengan keyakinan atau iman dalam Perjanjian Baru. Kita harus berseru kepada-Nya dalam pertobatan (yang berarti bertobat dari kehidupan yang tidak bergantung pada kuasa Kristus) serta berpaling kepada-Nya dan menaati-Nya sebagai Tuhan. Pernyataan "Yesus adalah Tuhan" (dan karen a itu juga tuan atau "majikan" dari orang yang mengucapkannya) merupakan pengakuan yang mendasar dari gereja yang mula-mula (sebagai contoh lihat Kisah Para Rasul 17:7; Roma 10:9-10). Penyerahan kepada pribadi yang bernama Yesus Kristus itulah yang akan membawa keselamatan, dalam pengertian yang lebih luas mau pun sempit. Tidak ada seruan lain, atau nama lain, yang akan memberikan keselamatan.

Keselamatan kita datang sebagai karunia dari kasih karunia Allah, tetapi hanya dapat diterima oleh tanggapan manusia melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Untuk mengerti proses keselamatan, kita harus mengerti kedua kata ini: iman yang menyelamatkan dan kasih karunia.

Iman kepada Yesus Kristus adalah satu-satunya syarat yang diminta Allah untuk keselamatan. Iman bukan saja suatu pengakuan tentang Kristus, tetapi juga suatu tindakan yang terbit dari hati orang percaya yang ingin mengikut Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah kasih karunia dan kemurahan yang menunjuk kasih kepada umat-Nya bukan karena mereka layak tetapi karena keinginan-Nya sendiri untuk tinggal setia kepada perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan Abraham, Ishak dan Yakub.

Para Rasul dan Penulis Perjanjian Baru melanjutkan tema ini; kasih karunia adalah kehadiran dan kasih Allah melalui Kristus Yesus, yang diberikan kepada orang percaya oleh Roh Kudus, sambil memberikan kemurahan, pengampunan, dan keinginan serta kuasa untuk melakukan kehendak Allah. Seluruh kegiatan kehidupan Kristen dari awal sampai akhir tergantung pada kasih karunia ini.


Amin.




Catatan  :

Petrus dapat dengan rnudah menyebut kata Yesus untuk menggantikan kata YHVH karena dalam membaca Kitab Suci agama Ibrani, ADONAY, kata "tuan" secara tradisional digunakan untuk setiap bacaan di mana konsonan untuk "Yahweh" itu muncul. Karena itu dalam versi bahasa Yunani Perjanjian Lama konsonan untuk kata "YHVH" diterjemahkan kurios, yang berarti "tuan ". lstilah bahasa Yunani ini terus-rnenerus digunakan sehingga Yesus disebut sebagai "Tuhan ". Jadi istilah yang digunakan dalarn Perjanjian Lama sarna dengan yang biasanya digunakan gereja untuk menyebut nama Yesus. dan ini membuat keduanya mudah dikenali. khususnya karena menurut cerita Injil, Allah mengangkat Yesus sebagai yang diurapi-Nya atau Kristus (Lukas 2:11; 4:18; 9:20; Kisah Para Rasul 4:27; 10:38). Lagipula Mazmur 110:1, yang merupakan bacaan favorit dalam gereja Perjanjian Baru, menggunakan kata "tuan" dalam dua pengertian dengan menggunakan ayat yang sama. Ini membuat Perjanjian Lama menjadi contoh untuk digunakan dalam Perjanjian Baru.

1 komentar:

  1. Keselamatan itu melalui Yesus: dalam Johanes 4:22....Sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Berarti dengan jelas tidak ada keselamatan melalui bangsa Muhammad Arab...?karena Muhammad dengan jelas telah mengatakan;

    dalam "Surah 50"" bahwa perbendaharaan Allah tidak ada pada Muhammad bangsa Arab,dan aku tidak mengetahuim hal-hal yang gaib...?tetapi Isa Almasih tahu hal-hal yang gaib.

    BalasHapus